doc.mbahgugel
Diam- diam dia mengulum sepinya sendiri, sedihnya sendiri mengingat
ngingat apa yang telah masa lalu perbuat untuknya, dihapusnya kabut yang
entah untuk berapa kali terus hadir dan menutupi kaca jendela,
digambarnya hati yang tak lagi tepati janji,lamat lamat dihitungnya tiap
tangkai mawar yang mulai menua, disisipkannya satu sambil menngingat
sang kekasih jauh di sana, jauh darinya, jauh dari siapa- siapa.
Kekasihnya tak ada kini, tak ada lagi kiriman tangkai mawar muda, tak
ada lagi yang dia nanti,tapi masih saja jendela ditatapnya hingga jauh,
masih saja tersisa rindunya, rindunya yang tak lagi bertuan, dihalaunya
tiap titikan air yang menggenangi pelipis tuanya, diciuminya semerbak
mawar tua, mencari cari wangi sang pujaan hati, sang peluruh jiwa, sang
penyejuk kalbu.
Ditemukannya secercah cahaya keajaiban,
dalam sujudnya pada Sang Pemberi Kehidupan, kekasihnya kembali membawa
tangkai mawar muda dengan buncah kerinduan yang tak lagi mampu dia
lukis, dengan semerbak wangi yang tengah dia cari.
Dia pergi dengan kekasihnya dalam sujud disuatu pagi.
Sawahlunto, 19 Oktober 2010