Senin, 17 September 2012

Hati Malaikat diAntara Hutan Beton Jakarta

Dulu jauh sekali sewaktu saya masih kanak- kanak disaat ibu dan bapak masih suka bercerita tentang malaikat, saya suka sekali membayangkan bagaimana rupa malaikat itu, apa warna kulitnya? apa yang dia makan? bagaimana dia tidur? beranjak besar sedikit saya melupakan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana rupa malaikat itu, karena yang terpenting adalah saya sudah memiliki malaikat-malaikat penjaga yang selalu siap sedia berdiri paling depan untuk melindungi saya,mengasihi saya dengan tulus, melimpahi saya  dengan banyak cinta, mereka adalah bapak dan ibu saya sendiri "My Guardian Angel". Owh betapa saya sangat merindukannya.

Dan ketika saya memutuskan keluar dari rumah untuk mencari penghidupan dikota yang disebut orang sebagai kota Metropolitan, kota yang menawarkan gemerlap lampu dimalam hari berhias hutan beton gedung-gedung pencakar langit, kota yang tak pernah tidur. Saya harus siap dengan segala konsekuensi yang ada, saya benar-benar harus keluar dari zona nyaman saya, tidak ada lagi malaikat pelindung yang akan segera hadir begitu saya butuhkan, mereka terpisah ribuan kilo jauhnya, maka saya harus berjalan sendiri (tidak benar benar sendiri memang karena ada Allah yang menjaga saya ).
Dan ditempat yang serba asing ini saya pikir tidak akan menemukan seseorang yang berhati malaikat, tapi saya salah, praduga saya keliru masih banyak orang yang memiliki hati malaikat disini.

Pada suatu hari saya lupa tepatnya tanggal berapa, tepat pada saat jam-jam sibuk karyawan pulang kantor di stasiun Jakarta Kota, saya dan seorang teman baru saja selesai berjalan-jalan disudut Jakarta, naik kereta yang tentu saja sudah dijubeli begitu banyak manusia, tak perlu saya gambarkan betapa sesaknya kereta pada jam sibuk seperti itukan? karena kamipun hanya kebagian tempat berdiri didekat pintu. Tiba-tiba dalam keadaan rame begitu ada seorang bapak tua jatuh terduduk tak berdaya di peron, sebenarnya saya kurang menyadari keberadaan bapak ini di awal karena situasinya berbeda, saya sudah berada di dalam kereta sedangkan bapak tersebut masih menunggu kereta di luar, kalau bukan karena teman saya yang berseru "Aduh kesian si Bapak pingsan" mungkin saya tidak akan tahu tentang kejadian ini, refleks saya melihat keluar sambil bertanya " kenapa?" temen saya ini menjawab " itu mi ada bapak tua pingsan di peron" Saya pun melihat sebuah pemandangan yang mengharukan, membuat saya malu karena tidak berbuat apa apa untuk membantu bapak tua tersebut, tahukah kamu teman apa yang saya lihat, seorang ibu-ibu muda tengah mengusap -usap muka bapak tersebut dengan  air putih, lalu meminumkan bapak itu sambil sesekali tangannya mengoleskan minyak telon kepundak dan leher bapak tersebut dengan begitu ikhlasnya begitu tanpa pamrihnya. Seketika air mata saya menitik melihat kejadian itu, bagaimana tidak di kota yang kata orang tidak ramah ini saya menemukan manusia berhati malaikat di balik hutan beton Jakarta.

Dan tidaklah sulit untuk menemukan malaikat, karena sejatinya Ia berada dalam diri kita sendiri disadari ataupun tidak. Berbuatlah kebaikan Insya Allah ia akan berbalas 1000 kebaikan.

2 komentar: